Laman

Selasa, 31 Mei 2016

Fiqih Puasa dan I'tikaf - Pembukaan

كتاب الصيام  
من بلوغ المرام من أدلة الأحكام
للحافظ ابن حجر العسقلاني
بسم الله الرحمن الرحيم

Terjemah buku Fiqih “Bulughul Marom”
 Tentang Puasa
karya Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolany rohimahullohu Ta'ala,
 dan beberapa penjelasannya.

بِسْمِ اللّهِ الرَّحمنِ الرَّحيمِ

إِنَّ الحمدَ للّه، نحمدُه ونستعينُه ونستغفرُه، ونعوذُ باللّه من شرور أنفسِنا ومن سيِّئات أعمالِنا، من يهده الله فلا مُضِلَّ له، ومن يضلِلْ فلا هادي له، وأشهد أنْ لا إِله إِلا الله وحده لا شريكَ له، وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله.
"يا أيُّها الذينَ آمنوا اتَّقوا اللّه حقَّ تُقاتِه ولا تَموتُنَّ إلا وأنتُم مُسلمونَ " .
"يا أيها الناس اتَّقوا ربكم الذي خَلَقَكُم من نفسٍ واحدةٍ وخلقَ منها زوجَها وبَثَّ منهُما رِجالاً كثيراً ونساءً واتَّقوا الله الذي تساءَلونَ به والأرْحامَ إِنَّ اللّه كانَ عليكم رَقيباً"
"يا أيها الذينَ آمنوا اتَقوا اللّه وقولوا قولاً سَديداً. يُصْلحْ لكُم أعْمالَكم ويَغْفِرْ لكم ذُنوبكم ومَن يُطِع اللّه ورَسولَه فقد فازَ فوزاً عَظيماً" .
"أما بعدُ؛ فإن أصدقَ الحديثِ كتابُ اللّه، وأحسنَ الهديِ هديُ محمدٍ - صلى الله عليه وسلم -، وشر الأمورِ محدثاتها، وكلَّ محدثةٍ بدعةٌ ، وكل بدعة ضلالةٌ ، وكل ضلالةٍ في النار.

Ash shiyam (puasa)  menurut bahasa al imsak yakni menahan. Adapun menurut definisi syariat adalah menahan dari makan, minum, jima’ (hubungan suami istri) dan selainnya sebagaimana disebutkan didalam syariat, dari terbit fajar sampai tenggelamnya matahari.


1.
 عن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - - لا تقدموا رمضان بصوم يوم ولا يومين, إلا رجل كان يصوم صوما,
 فليصمه - متفق عليه

Dari sahabat Abu huroiroh rodhiyallohu 'anhu beliau berkata, berkata Rosulullohi shalollohu 'alaihi wasalam : “Janganlah kalian mendahului puasa romadhon dengan puasa satu hari atau dua hari sebelumnya, kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa kemudian bertepatan dengan hari itu.” Muttafaqun ‘alaihi (diriwayatkan oleh imam Bukhory  no. 1914, dan imam Muslim no. 1082).
Hadits ini menunjukkan tentang haromnya mendahului puasa romadhon dengan berpuasa satu hari atau dua hari sebelumnya kecuali seseorang yang terbiasa melakukan puasa sunah atau nazar atau semisalnya, yang bertepatan hari itu, maka yang demikian diperbolehkan.

2.
وعن عمار بن ياسر - رضي الله عنه - قال: - من صام اليوم الذي يشك فيه فقد عصى أبا القاسم - صلى الله عليه وسلم - - وذكره البخاري تعليقا, ووصله الخمسة, وصححه ابن خزيمة, وابن حبان

Dari sahabat ‘Ammar bin yasir rodhiyallohu 'anhu beliau berkata :”Barang siapa yang berpuasa dihari syak (yang diragukan) maka dia telah bermaksiyat (menyelisihi larangan) kepada Abul qosim yakni Rosulullohi shalollohu 'alaihi wasalam. (disebutkan oleh imam Bukhory tanpa sanad dan yang lima yakni Abu daud, Tirmizy, Nasa i, Ibnu majah dan Ahmad).
Derajat hadits : bukan hadits Nabi shalollohu 'alaihi wasalam akan tetapi ucapan Ammar bin yasir rodhiyallohu 'anhu saja
Perlu diketahui bahwa hari yang diragukan adalah tanggal 30 dibulan Sya’ban (yakni apabila tidak terlihat Bulan dimalam itu dengan sebab awan yang menutupinya dan yang semisalnya, yang mana mungkin masih di bulan Sya’ban atau romadhon).  Hadits ini dan yang semisalnya menunjukkan tentang larangan berpuasa di hari itu. Dan dalam hal ini banyak hadits-hadits yang menunjukkan haramnya berpuasa di hari syak, diantaranya :

3.
     وعن ابن عمر رضي الله عنهما [ قال ]: سمعت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يقول: - إذا رأيتموه فصوموا, وإذا رأيتموه فأفطروا, فإن غم عليكم فاقدروا له - متفق عليه
لمسلم: - فإن أغمي عليكم فاقدروا [ له ] ثلاثين - .
وللبخاري: - فأكملوا العدة ثلاثين

Dari sahabat Abdillah bin umar rodhiyallohu 'anhuma beliau berkata, aku mendengar Rosulullohu shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”apabila kalian melihatnya (bulan) maka berpuasalah, apabila kalian melihatnya berbukalah, apabila awan menghalangi penglihatan kalian maka kira-kirakanlah”. Muttafaqun ‘alaihi (diriwayatkan oleh imam Bukhory no. 1900, dan imam Muslim no. 1900). Dan didalam riwayat imam Muslim (no. 1080):”apabila awan menutup kalian maka anggaplah masih tanggal 30 sya’ban”.
Dan didalam riwayat imam Bukhory  (no. 1909): ”sempurnakanlah jumlahnya (bulan sya’ban) menjadi 30”.
Hadits ini menunjukkan wajibnya berpuasa romadhon apabila telah melihat bulan, dan juga wajibnya berbuka (selesai bulan romadhon) apabila melihat bulan diawal bulan syawal.

4.

   وله في حديث أبي هريرة - رضي الله عنه - - فأكملوا عدة شعبان ثلاثين -

Didalam riwayat imam Bukhory dari hadits Abu huroiroh rodhiyallohu 'anhu: 
”sempurnakanlah jumlah bulan sya’ban 30 hari”.

5.
 وعن ابن عمر رضي الله عنهما قال: - تراءى الناس الهلال, فأخبرت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - أني رأيته, فصام, وأمر الناس بصيامه
 - رواه أبو داود, وصححه ابن حبان, والحاكم

Dari sahabat Abdulloh bin umar rodhiyallohu 'anhuma beliau berkata : 

“manusia saling melihat bulan kemudian aku memberitahu Nabi shalollohu 'alaihi wasalam bahwa aku melihat bulan, maka Nabi pun berpuasa dan menyuruh manusia berpuasa juga”. 

Diriwayatkan oleh Abu daud dan dishohihkan oleh Al hakim serta Ibnu hiban.
Derajat hadits : hasan/ bagus.
Hadits ini menunjukkan diterimanya kabar dari satu orang yang adil dari kaum muslimin tentang masuknya bulan romadhon.

6.
وعن ابن عباس رضي الله عنهما أن أعرابيا جاء إلى النبي - صلى الله عليه وسلم - فقال: - إني رأيت الهلال, فقال: " أتشهد أن لا إله إلا الله?
 " قال: نعم. قال: " أتشهد أن محمدا رسول الله? " قال: نعم. قال: " فأذن في الناس يا بلال أن يصوموا غدا" - رواه الخمسة, وصححه ابن خزيمة, وابن حبان ورجح النسائي إرساله  .

Dari sahabat Abdulloh bin abbas rodhiyallohu 'anhuma bahwa dia berkata : datang seorang a’raby (pedalaman) kepada Nabi shalollohu 'alaihi wasalam kemudian dia berkata pada Beliau : 
”sesungguhnya aku melihat hilal” maka Beliau berkata :”apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Alloh” berkata a’roby :”iya” berkata Nabi shalollohu 'alaihi wasalam  :”apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad utusan Alloh” berkata a’roby :”iya”. Maka berkata Nabi shalollohu 'alaihi wasalam :”beritahukanlah wahai Bilal kepada manusia untuk mereka berpuasa besok”. Diriwayatkan oleh yang lima dan disohihkan oleh Ibnu khuzaimah dan Ibnu hiban, adapun Nasai mengatakan bahwa hadits ini mursal (tidak bersambung/lemah).
Derajat hadits : dho’if /lemah (karena riwayat ‘Ikrimah dari ibnu Abbas rodhiyallohu 'anhuma goncang).


7.
      وعن حفصة أم المؤمنين رضي الله عنها, عن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: - من لم يبيت الصيام قبل الفجر فلا صيام له - رواه الخمسة, ومال النسائي والترمذي إلى ترجيح وقفه, وصححه مرفوعا ابن خزيمة وابن حبان
وللدارقطني: - لا صيام لمن لم يفرضه من الليل - .

Dari sahabiah Hafshoh rodhiyallohu 'anha ummul mukminin sesungguhnya Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata : ”barangsiapa yang tidak berniat puasa dimalam hari sampai sebelum fajar (subuh) maka tidak sah puasanya”. Diriwayatkan oleh yang lima. Imam tirmizy dan nasai cenderung mengatakan hadits ini adalah ucapan Hafshoh rodhiyallohu 'anha saja, adapun Ibnu khuzaimah dan Ibnu hiban mengatakan bahwa hadits ini adalah perkataan Nabi shalollohu 'alaihi wasalam.

Dan imam Addaruquthny  meriwayatkan :”tidak sah puasa orang yang tidak berniat dimalam harinya”.
Derajat hadits : bukan hadits Nabi shalollohu 'alaihi wasalam akan tetapi ucapan Hafshoh rodhiyallohu 'anha   saja.

Hadits ini menunjukkan tidak sah puasa seseorang sampai dia berniat dimalam harinya sebelum masuk waktu puasa (waktu azan subuh) dikarenakan puasa adalah suatu amalan, dan setiap amalan tergantung dari niatnya. Demikian juga apabila seseorang berniat puasa romadhon di awal bulan romadhon maka ini boleh juga dan sah puasa dia di bulan itu, karena setiap orang tergantung dari niatnya, dan dia sudah berniat puasa romadhon satu bulan penuh.


8.
      وعن عائشة رضي الله عنها قالت: - دخل علي النبي - صلى الله عليه وسلم - ذات يوم. فقال: " هل عندكم شيء? " قلنا: لا. قال: " فإني إذا صائم " ثم أتانا يوما آخر, فقلنا: أهدي لنا حيس, فقال: " أرينيه, فلقد أصبحت صائما " فأكل - رواه مسلم

Dari sahabiah ‘Aisyah rodhiyallohu 'anha beliau berkata : adalah Nabi shalollohu 'alaihi wasalam masuk ke rumahku pada suatu hari, kemudian Nabi berkata :”apakah kalian mempunyai makanan?” maka kami katakana : tidak. Maka Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”kalau demikian aku akan berpuasa”. Kemudian Nabi mendatangi rumah kami lagi pada hari yang lain, lalu kami katakana : kami diberi hadiah oleh seseorang berupa khays (makanan terdiri dari kurma, mentega dan tepung). Maka Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”tunjukkanlah makanan itu kepadaku! Sungguh tadi pagi aku dalam keadaan berpuasa”, kemudian beliau memakannya. (diriwayatkan oleh imam Muslim no. 1154).

Hadits ini menunjukkan bahwa hendaknya seseorang yang ingin berpuasa untuk berniat di malam harinya, dan tidak ada perbedaan apakah puasa itu wajib ataupun sunah.


9.
وعن سهل بن سعد رضي الله عنهما, أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قال: - لا يزال الناس بخير ما عجلوا الفطر - متفق عليه

Dari sahabat Sahl bi sa’d rodhiyallohu 'anhu beliau berkata, sesungguhnya Rosulullohu shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”terus menerus manusia didalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka”. (diriwayatkan oleh imam Al Bukhory no. 1957, dan imam Muslim no. 1098).

Hadits ini menunjukkan tentang disunahkan/ dianjurkan untuk menyegerakan berbuka apabila benar benar melihat matahari terbenam atau mendapatkan berita tentangnya dari orang yang terpercaya.

10.
    وللترمذي: من حديث أبي هريرة - رضي الله عنه - عن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: - قال الله - عز وجل - أحب عبادي إلي أعجلهم فطرا –

Dan didalam riwayat At tirmizy dari hadits Abu huroiroh rodhiyallohu 'anhu bahwa Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata : ”Alloh subhanahu wata’ala berkata : yang paling aku cintai dari hamba hambaku adalah yang paling cepat berbukanya “.

Derajat hadits : dho’if /lemah (disebabkan salah seorang rowy yang bernama Qurroh bin Abdurrohman munkarul hadits).
Hadits ini menunjukkan bahwa Alloh subhanahu wata’ala lebih mencintai hamba hambanya yang menyegerakan berbuka daripada yang mengakhirkan walaupun hadits ini lemah akan tetapi sesuai dengan hadits sebelumnya.

11.
       وعن أنس بن مالك - رضي الله عنه - قال: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - - تسحروا فإن في السحور بركة - متفق عليه


Dari sahabat Anas bin malik rodhiyallohu 'anhu berkata, bahwa Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata :” sahurlah kalian! Sesungguhnya didalam sahur itu ada barokah”. (diriwayatkan oleh Imam Bukhory no. 1923, dan Imam Muslim no. 1095).

Hadits ini secara dhohir menunjukkan tentang wajibnya sahur, akan tetapi para ulama membawa kepada makna anjuran/sunah, dikarenakan adanya hadits yang menunjukkan bolehnya wishol (menyambung puasa ke puasa berikutnya tanpa buka dan sahur) yang dilakukan oleh Nabi shalollohu 'alaihi wasalam. Bahkan Ibnul munzir telah menyebutkan adanya ijma’/ kesepakatan diantara para ulama dalam hal ini (yakni sunahnya sahur).

12.
          وعن سلمان بن عامر الضبي - رضي الله عنه - عن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: - إذا أفطر أحدكم فليفطر على تمر, فإن لم يجد فليفطر على ماء, فإنه طهور - رواه الخمسة, وصححه ابن خزيمة وابن حبان والحاكم


Dari sahabat Salman bin ‘amr adh dhoby rodhiyallohu 'anhu dari Nabi shalollohu 'alaihi wasalam bahwa beliau berkata :”apabila berbuka salah seorang dari kalian hendaknya dengan kurma, apabila tidak ada maka dengan air, karena air itu membersihkan”. (diriwayatkan oleh yang lima dan disohihkan oleh oleh Ibnu khuzaimah dan Ibnu hiban serta Al hakim).
Derajat hadits : dho’if /lemah (disebabkan salah seorang rowy yang bernama Ar Robab bintu Shulai’ majhul/ tidak diketahui keadaannya).

Berkata Ibnul qoyyim : memberikan sesuatu yang manis secara tabiat aslinya (seperti buah kurma) kepada lambung yang kosong lebih mudah untuk menerima dan lebih cepat untuk mengembalikan kekuatan, lebih-lebih kekuatan pandangan.

Adapun air minum sangat bermanfaat juga dikarenakan alat pencernaan pada asalnya adalah dalam keadaan kering ketika berpuasa, apabila dibasahi dengan air minum maka semakin sempurna fungsi alat pencernaan tersebut ketika digunakan untuk mengunyah makanan. Apalagi ternyata didalam kurma dan air minum ada kekhususan yang luar biasa untuk memperbaiki hati seseorang yang tidak seorangpun yang mengetahuinya kecuali para dokter masalah hati.


13.
              وعن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال: - نهى رسول الله - صلى الله عليه وسلم - عن الوصال, فقال رجل من المسلمين: فإنك يا رسول الله تواصل? قال: " وأيكم مثلي? إني أبيت يطعمني ربي ويسقيني ". فلما أبوا أن ينتهوا عن الوصال واصل بهم يوما, ثم يوما, ثم رأوا الهلال, فقال: " لو تأخر الهلال لزدتكم " كالمنكل لهم حين أبوا أن ينتهوا - متفق عليه


Dari sahabat Abu huroiroh rodhiyallohu 'anhu beliau berkata : Nabi shalollohu 'alaihi wasalam melarang dari Al wishol. Maka berkata salah seorang dari para sahabat : sesungguhnya engkau melakukan al wishol ya rosululloh? Kemudian Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata : ”siapa diantara kalian yang seperti aku, sesungguhnya aku tidur dimalam hari sedangkan Robku memberikan aku makan dan minum”.

Ketika para sahabat tidak berhenti dari melakukan wishol maka Nabi shalollohu 'alaihi wasalam melakukan wishol bersama mereka satu hari kemudian menambahnya satu hari lagi, kemudian mereka melihat bulan, lalu Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”kalau sekiranya bulan agak terlambat niscaya aku menambah (wishol) kepada kalian”, seakan akan sebagai hukuman kepada mereka, ketika mereka tidak mau berhenti dari wishol. (muttafaqun ‘alaihi). (diriwayatkan oleh Imam Bukhory no. 1965, dan Imam Muslim no. 1103).

Al wishol adalah meninggalkan makan, minum dan sebagainya yang bisa membatalkan puasa di siang dan malam hari dengan sengaja selama beberapa hari.

Hadits ini menunjukkan larangan melakukan al wishol adapun al wishol sampai waktu sahur maka diperbolehkan sebagaimana disebutkan oleh hadits Abu said al khudry yang diriwayatkan oleh imam Muslim, bahwa Nabi Muhammad shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”janganlah kalian melakukan al wishol, apabila kalian ingin melakukan al wishol maka hendaknya dilakukan sampai sahur”.

Adapun makna perkataan Nabi shalollohu 'alaihi wasalam :”siapa diantara kalian yang seperti aku, sesungguhnya aku tidur dimalam hari sedangkan Robku memberikan aku makan dan minum”, menurut imam Ibnul qoyyim adalah : apa-apa yang Alloh ta’ala berikan dari makanan berupa pengetahuan dan segala yang memenuhi hati sehingga merasakan lezatnya beribadah dan manisnya kedekatan dengan Alloh ta’ala, nikmatnya mencintai Nya, rindu untuk bertemu denganNya dan segala sesuatu yang menjadi makanannya hati serta bahagianya ruh dan jiwa. Maka hal hal tersebut adalah paling bagus dan bermanfaat terhadap ruh dan jiwa seseorang sehingga mampu menguatkan badannya, dan mencukupkan diri dari makanan- makanan biasa sampai beberapa waktu lamanya.


14.
              وعنه قال: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - - من لم يدع قول الزور والعمل به, والجهل, فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه - رواه البخاري, وأبو داود واللفظ له


Dari sahabat Abu huroiroh rodhiyallohu 'anhu berkata : bahwa Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan berbuat dengan kedustaan itu, demikian juga tidak meninggalkan sikap yang bodoh ,maka Alloh Ta’ala tidak butuh kepada amalan dia yang telah meninggalkan makanan dan minuman”. (diriwayatkan oleh imam al Bukhory no. 1903, 6057, dan Imam Abu daud dan bunyi hadits ini dari imam Abu daud –bahkan bunyi hadits dari Al Bukhory-).

Hadits ini menunjukkan tentang haromnya perkataan dusta dan berbuat dengan kedustaan itu, demikian juga sikap yang bodoh, adapun bagi orang yang berpuasa maka lebih ditegaskan. Sebagaimana haromnya perbuatan zina, maka untuk orang yang sudah tua renta lebih ditegaskan, demikian juga kesombongan yang dilakukan oleh orang yang miskin.


15.
              وعن عائشة رضي الله عنها قالت: - كان رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يقبل وهو صائم, ويباشر وهو صائم, ولكنه أملككم لإربه - متفق عليه, واللفظ لمسلم وزاد في رواية: - في رمضان -



Dari shohabiah ‘Aisyah rodhiyallohu 'anhuma berkata :”adalah Nabi shalollohu 'alaihi wasalam mencium istrinya dalam keadaan beliau berpuasa dan menyentuh istrinya (dengan tidak menggaulinya) akan tetapi beliau adalah orang yang paling mampu menguasai dirinya dibanding kalian”. Mutafaqun ‘alaihi (diriwayatkan oleh Imam Bukhory no. 1927, dan Imam Muslim no. 1106)., dan ini adalah lafadz Imam Muslim, dan menambah di sebagian riwayat : di Romadhon.

Berkata para ulama : makna hadits ini adalah hendaklah kalian berhati –hati ketika mencium istri kalian dan jangan menganggap diri kalian seperti Rosululloh shalollohu 'alaihi wasalam yang diperbolehkan melakukannya, karena beliau mampu mengendalikan dirinya dan Beliau terjaga/aman dari terjatuh kepada hal-hal yang bias membatalkan puasa seperti keluarnya mania tau dikuasai oleh syahwat, adapun kalian adalah tidak aman dari yang demikian oleh karena itu hendaknya kalian menjauhi perbuatan ini.

Dalam hal ini terjadi perselisihan diantara para ulama hingga mecapai lima pendapat, dan yang benar –wallohu a’lam- adalah boleh bagi yang mampu menguasai dirinya. Demikian juga terjadi khilaf apabila seseorang mencium atau melihat atau menyentuh istrinya kemudian keluar mani atau yang lainnya, apakah wajib bagi dia mengganti puasanya, dan yang benar –wallohu a’lam- adalah tidak ada kewajiban bagi dia untuk mengganti puasa ataupun membayar kafaroh /denda, kecuali apabila menggauli /menjima’i istrinya.


16.
              وعن ابن عباس رضي الله عنهما; - أن النبي - صلى الله عليه وسلم - احتجم وهو محرم, واحتجم وهو صائم - رواه البخاري




Dari sahabat Abdulloh bin abbas rodhiyallohu 'anhuma beliau berkata :sesungguhnya Nabi shalollohu 'alaihi wasalam dibekam dalam keadaam melakukan ihrom, dan beliau dibekam dalam keadaan berpuasa. (diriwayatkan oleh imam Al bukhory no. 1938)

Hadits ini menunjukkan bahwa berbekam tidak membatalkan puasa dan ihrom seseorang.

17.
                    وعن شداد بن أوس - رضي الله عنه - - أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - أتى على رجل بالبقيع وهو يحتجم في رمضان. فقال: " أفطر الحاجم [ والمحجوم ] " - رواه الخمسة إلا الترمذي, وصححه أحمد, وابن خزيمة, وابن حبان

Dari sahabat Syadad bin aus rodhiyallohu 'anhu berkata : bahwa Nabi shalollohu 'alaihi wasalam mendatang seseorang di Baqi’, dalam keadaan orang ini dibekam di bulan Romadhon, maka beliau berkata : “telah batal puasa orang membekam dan yang dibekam”. (diriwayatkan oleh yang lima kecuali tirmizy dan disohihkan oleh Ahmad, Ibnu khuzaimah dan Ibnu hiban). 

Derajat hadits : shohih.

Para ulama berpendapat bahwa hadits Syadad rodhiyallohu 'anhu mansukh /telah dihapus oleh hadits Ibnu abbas rodhiyallohu 'anhuma disebabkan Ibnu abbas rodhiyallohu 'anhuma bersama dengan Nabi shalollohu 'alaihi wasalam ditahun ketika Nabi shalollohu 'alaihi wasalam melakukan haji (tahun 10), adapun Syadad rodhiyallohu 'anhu bersama Nabi shalollohu 'alaihi wasalam ditahun ditaklukkannya Makkah (tahun ke 8), demikian hal ini disebutkan oleh imam Asy syafi’i, bahkan beliau mengatakan untuk berhati-hati dalam hal ini (yakni berbekam) lebih aku sukai.

Berkata al imam Al-baghowy :yang dimaksud adalah bahwa keduanya (orang yang membekam dan yang dibekam) sangat memungkinkan untuk melakukan perbuatan yang bisa membatalkan puasanya”. Adapun orang yang membekam sangat mungkin untuk dia menghisap sebagian darah sehingga masuk ke tenggorokannya, adapun orang yang dibekam sangat mungkin untuk dia menjadi lemas dengan sebab keluarnya darah dia sehingga mendorong dia untuk berbuka.

18.


              وعن أنس بن مالك - رضي الله عنه - قال: - أول ما كرهت الحجامة للصائم; أن جعفر بن أبي طالب احتجم وهو صائم, فمر به النبي - صلى الله عليه وسلم - فقال: " أفطر هذان ", ثم رخص النبي - صلى الله عليه وسلم - بعد في الحجامة للصائم, وكان أنس يحتجم وهو صائم - رواه الدارقطني وقواه


Dari sahabat Anas bin malik rodhiyallohu 'anhu berkata hal pertama yang menjadi sebab tidak disukainya /makruhnya melakukan bekam adalah :bahwa Ja’far bin abi tholib berbekam dalam keadaan berpuasa kemudian Nabi shalollohu 'alaihi wasalam melewatinya seraya berkata :”telah batal puasa dua orang ini”, kemudian Nabi shalollohu 'alaihi wasalam memberikan keringanan /memperbolehkan setelah itu, dan adalah Anas bin malik rodhiyallohu 'anhu berbekam dalam keadaan berpuasa. (diriwayatkan oleh Ad-daroquthny dan menguatkannya).


Derajat hadits : dho’if /lemah (disebabkan salah seorang rowy yang bernama Kholid bin Mukhlad banyak haditsnya yang munkar).


19.
              وعن عائشة رضي الله عنها, - أن النبي - صلى الله عليه وسلم - اكتحل في رمضان, وهو صائم - رواه ابن ماجه بإسناد ضعيف قال الترمذي: لا يصح فيه شيء

Dari sahabiah Aisyah rodhiyallohu 'anha berkata sesungguhnya Nabi shalollohu 'alaihi wasalam: "bercelak dan berpuasa dibulan romadhon". (diriwayatkan oleh Ibnu majah dengan sanad yang lemah). Berkata At-tirmidzy : tidak ada hadits yang shohih dalam masalah ini, dan Imam Asy syafi’i memperbolehkan bercelak untuk orang yang berpuasa karena tidak adanya dalil dalam masalah ini.

Derajat hadits : dho’if /lemah (disebabkan salah seorang rowy yang bernama Sa’id bin Abdul Jabar  adalah seorang kadzab/ pendusta).


20.
              وعن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - - من نسي وهو صائم, فأكل أو شرب, فليتم صومه, فإنما أطعمه الله وسقاه - متفق عليه وللحاكم: - من أفطر في رمضان ناسيا فلا قضاء عليه ولا كفارة - وهو صحيح


Dari sahabat Abu huroiroh rodhiyallohu 'anhu berkata : bahwa Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”barang siapa yang berpuasa kemudian dia makan dan minum dalam keadaan lupa maka hendaknya dia meneruskan puasanya, karena Alloh yang telah memberi dia makan dan minum.” (muttafaqun ‘alaihi) (diriwayatkan oleh Imam Bukhory no. 1933, dan Imam Muslim no. 1155)., dan didalam riwayat Al-hakim  :”barangsiapa yang berbuka di bulan romadhon karena lupa, maka tidak perlu mengganti ataupun membayar kafaroh/ denda).


Derajat hadits : shohih.

Hadits menunjukkan bahwa barangsiapa yang makan atau minum(dan ini yang sering terjadi) atau menggauli istrinya dalam keadaan lupa maka hendaknya dia meneruskan puasanya.

21.
               وعن أبي هريرة قال: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - - من ذرعه القيء فلا قضاء عليه, ومن استقاء فعليه القضاء -
رواه الخمسة وأعله أحمد وقواه الدارقطني

Dari sahabat Abu huroiroh rodhiyallohu 'anhu berkata : bahwa Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”barang siapa yang tiba-tiba muntah maka tidak perlu mengganti puasanya, dan barangsiapa sengaja untuk muntah maka wajib baginya untuk mengganti puasanya”. (dikuatkan oleh imam yang lima dan dilemahkan oleh imam Ahmad serta dikuatkan oleh imam Ad-daroquthny).
Derajat hadits : dhoif /lemah, karena salah seorang rowy yang bernama Isa bin Yunus salah dalam hal ini.



Akan tetapi Ibnul Mundzir menyenyebutkan dalam bukunya Al Ijma’ bahwa para ulama sepakat tentang apa yang disebutkan dalam hadits ini adalah benar.

Hadits ini menunjukkan bahwa muntah yang tidak sengaja tidak membatalkan puasa, adapun apabila sengaja atau dibuat-buat maka hal itu membatalkan puasa, sebagaimana disebutkan al-imam Ibnu mundzir bahwa para ulama sepakat dalam hal ini.

22.
              وعن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما; - أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - خرج عام الفتح إلى مكة في رمضان, فصام حتى بلغ كراع الغميم, فصام الناس, ثم دعا بقدح من ماء فرفعه, حتى نظر الناس إليه, ثم شرب, فقيل له بعد ذلك: إن بعض الناس قد صام. قال: "أولئك العصاة, أولئك العصاة" – وفي لفظ: - فقيل له: إن الناس قد شق عليهم الصيام, وإنما ينظرون فيما فعلت، فدعا بقدح من ماء بعد العصر، فشرب - رواه مسلم



Dari sahabat Jabir bin abdillah rodhiyallohu 'anhuma berkata :sesungguhnya Rosululloh shalollohu 'alaihi wasalam keluar di tahun ditaklukkannya kota Mekah dibulan romadhon dalam keadaan berpuasa sampai melewati Kura’ al-ghoim dan manusiapun berpuasa juga, kemudian beliau meminta cangkir yang berisi air kemudian mengangkatnya sampai manusia bisa melihatnya lalu meminumnya. Kemudian dikatakan kepada beliau :sesungguhnya sebagian manusia masih berpuasa, kemudian beliau shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”mereka telah bermaksiyat, mereka telah bermaksiyat”. 

(Dan didalam sebagian lafadz) : ”sesungguhnya manusia merasa berat berpuasa (waktu itu) dan mereka menunggu apa yang akan Engkau lakukan”, maka beliau shalollohu 'alaihi wasalam meminta secangkir air di waktu Asar kemudian beliau shalollohu 'alaihi wasalam meminumnya. (diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 1114).

Hadits ini menunjukkan bahwa seorang musafir boleh memilih untuk berpuasa atau berbuka, dan boleh juga untuk berbuka walaupun setelah tengah hari. Adapu perkataan Nabi shalollohu 'alaihi wasalam :”mereka telah bermaksiyat”, adalah dikarenakan mereka telah menyelisihi perintah Nabi shalollohu 'alaihi wasalam yang ditujukan kepada mereka secara khusus.

Adapun menurut imam Asy-sysfi’i dan Abu hanifah Rohimahumalloh bahwa berpuasa itu afdhol bagi seseorang yang bepergian apabila tidak membahayakan dan tidak memberatkan.


23.
              وعن حمزة بن عمرو الأسلمي رضى الله عنه; أنه قال: - يا رسول الله! أجد بي قوة على الصيام في السفر, فهل علي جناح? فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - " هي رخصة من الله, فمن أخذ بها فحسن, ومن أحب أن يصوم فلا جناح عليه " - رواه مسلم وأصله في " المتفق " من حديث عائشة; - أن حمزة بن عمرو سأل -


Dari sahabat Hamzah bin amr al aslamy rodhiyallohu 'anhu sesungguhnya beliau bertanya kepada Nabi shalollohu 'alaihi wasalam : ya Rosululloh sesungguhnya aku mampu untuk berpuasa didalam safar, apakah aku berdosa apabila melakukannya?, maka berkata Rosululloh shalollohu 'alaihi wasalam : “itu adalah keringanan dari Alloh, barangsiapa yang mengambilnya maka itu adalah bagus, dan barangsiapa yang ingin berpuasa maka dia tidak berdosa”. (diriwayatkan oleh imam Muslim no. 1121, 107, dan asalnya adalah muttafaqu ‘alaihi, diriwayatkan oleh Imam Bukhory no. 1943, dan Imam Muslim no. 1121). dari hadits Aisyah rodhiyallohu 'anhu : bahwa Hamzah bin amr bertanya….)



24.
             وعن ابن عباس -رضي الله عنهما- قال: - رخص للشيخ الكبير أن يفطر, ويطعم عن كل يوم مسكينا, ولا قضاء عليه -
رواه الدارقطني, والحاكم, وصححاه
Dari sahabat Abdulloh bin abbas rodhiyallohu 'anhuma beliau berkata : “diringankan/ dibolehkan bagi orang yang sangat tua untuk tidak berpuasa dan memberi makan setiap harinya satu orang miskin, dan tidak wajib untuk mengganti puasanya”. (diriwayatkan oleh Ad-daroquthny dan Al-hakim dan disohihkan oleh keduanya).


Derajat hadits : shohih, yakni dari perkataan atau ijtihad Abdulloh bin abbas rodhiyallohu 'anhuma dan bukan dari perkataan Nabi shalollohu 'alaihi wasalam.

Faedah :

Orang-orang yang boleh untuk tidak berpuasa di bulan romadhon :

Boleh berbuka dan wajib menggantinya di luar bulan romadhon:
a) Orang yang sakit dan diharapkan bisa sembuh.
b) Orang yang bepergian jauh.
c) Orang yang berbuka karena sakit.
d) Perempuan yang haid dan nifas.
e) Perempuan yang hamil atau menyusui.

25.
              وعن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال: - جاء رجل إلى النبي - صلى الله عليه وسلم - فقال: هلكت يا رسول الله. قال: " وما أهلكك ? " قال: وقعت على امرأتي في رمضان، فقال: " هل تجد ما تعتق رقبة? " قال: لا. قال: " فهل تستطيع أن تصوم شهرين متتابعين? " قال: لا. قال: " فهل تجد ما تطعم ستين مسكينا? " قال: لا, ثم جلس, فأتي النبي - صلى الله عليه وسلم - بعرق فيه تمر. فقال: " تصدق بهذا ", فقال: أعلى أفقر منا? فما بين لابتيها أهل بيت أحوج إليه منا, فضحك النبي - صلى الله عليه وسلم - حتى بدت أنيابه، ثم قال: "اذهب فأطعمه أهلك " - رواه السبعة, واللفظ لمسلم

Dari sahabat Abu huroiroh rodhiyallohu 'anhu berkata : datang seorang laki –laki kepada Nabi shalollohu 'alaihi wasalam kemudian dia berkata : aku hancur ya Rosululloh, berkata Nabi shalollohu 'alaihi wasalam :”apa yang membuatmu?”, berkata laki-laki ini : aku menggauli istriku di siang hari bulan romadhon, maka Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”apakah engkau memiliki harta untuk memerdekakan budak?”, maka dia menjawab : tidak, maka Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”apakah engkau mampu untuk berpuasa dua bulan berturut- turut?”, maka dia menjawab : tidak, maka Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memberi makan enam puluh orang miskin”, maka dia menjawab : tidak. Lalu orang ini duduk, kemudian Nabi shalollohu 'alaihi wasalam diberi seseorang suatu tempat yang didalamnya ada buah kurma, maka Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata: ”sedekahlah engkau dengan (buah kurma) ini”, maka dia menjawab : apakah untuk orang yang lebih miskin dari kami?, tidak ada keluarga di daerah ini yang lebih butuh (miskin) kepada buah kurma ini dari keluarga kami.  Maka Nabi shalollohu 'alaihi wasalam tertawa sampai tampak gigi taring beliau kemudian berkata :”pergilah engkau dan berilah makan keluargamu dengan buah kurma ini”. (diriwayatkan oleh yang tujuh - diriwayatkan oleh Imam Bukhory no. 1936, dan Imam Muslim no. 1111-., dan lafadz hadits ini dari sohih Muslim). 

Hadits ini menunjukkan wajibnya membayar kafaroh/ denda sebagaimana disebutkan, bagi orang yang menggauli istrinya di sianghari bulan romadhon dengan sengaja.

26.
              وعن عائشة وأم سلمة رضي الله عنهما - أن النبي - صلى الله عليه وسلم - كان يصبح جنبا من جماع, ثم يغتسل ويصوم -
متفق عليه زاد مسلم في حديث أم سلمة: [ و ] لا يقضي

Dari sahabiah Aisyah dan Ummu salamah rodhiyallohu 'anhuma berkata : adalah Nabi shalollohu 'alaihi wasalam memasuki waktu subuh dalam keadaan junub setelah menggauli istri beliau, kemudian beliau mandi dan berpuasa. (muttafaqun ‘alaihi -diriwayatkan oleh Imam Bukhory no. 1931, 1932, dan Imam Muslim no. 1109-, dan imam Muslim menambahkan di dalam hadits Ummu salamah rodhiyallohu 'anha : dan tidak mengganti puasanya).

Hadits ini menunjukkan sahnya puasa bagi seseorang yang memasuki waktu subuh dalam keadaan junub setelah menggauli istrinya sebelum masuk waktu subuh.

27.
           وعن عائشة رضي الله عنها; أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قال: - من مات وعليه صيام صام عنه وليه - متفق عليه
Dari sahabiah Aisyah rodhiyallohu 'anha berkata :sesungguhnya Nabi shalollohu 'alaihi wasalam berkata :”barangsiapa yang meninggal dan dia mempunyai hutang puasa, maka hendaknya wali (kerabat) dia berpuasa untuk dia”. (muttafaqun ‘alaihi) (diriwayatkan oleh Imam Bukhory no. 1952, dan Imam Muslim no. 1147).

Berkata syaih Utsaimin rohimahullohu ta’ala :perintah bagi kerabat si mayit ini adalah mustahab /disukai dan bukan wajib, karena apabila kita mengatakan  wajib niscaya kerabat si mayit akan berdosa apabila tidak menggati puasa si mayit, dan hal ini adalah tidak benar sebab Alloh berfirman (dan tidaklah seseorang menanggung dosa orang lain, dan apabila ada seseorang yang memikul beban memanggil orang lain untuk menolong dia memikul beban itu, niscaya tidak akan ada yang mau walaupun dari keluarga dekat dia) –surat al fathir- 18.
            


سبحانك اللهم ربنا وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك و أتوب إليك 


Abu Abdirrohman Utsman Wahyudi Al Indonisiy
(Pengajar Ma'had Daarus Salaf Semarang)


Semarang, 15 Jumadil Awal 1437